Balikpapan sejak dulu sudah “Bersinar”. Lampu-lampu kilang yang tampak saat ini sudah terlihat kerlip keindahannya sejak dulu bak hamparan bintang. Kota Balikpapan memang sudah memiliki pondasi sebagai kota jasa dan industri. Masyarakat Balikpapan juga secara alami memiliki kesadaran intelektual yang cukup tinggi. Masyarakat Balikpapan sejak lama juga sudah memiliki kepekaan terhadap masalah sosial yang terjadi.
Awal perkembangan tata kota Balikpapan ikut ditentukan oleh hadirnya BPM (Bataafsch Petroleum Maatschappij, perusahaan minyak milik Kerajaan Belanda yang beroperasi di Hindia Belanda, termasuk di Balikpapan). Meski tak banyak yang tersimpan dari Balikpapan di masa lalu karena serbuan bom, perumahan Pertamina dengan bentuk bangunan yang sepertinya “ketinggalan zaman” bagi struktur bangunan modern, adalah yang terbaik di zamannya. Bangunan rumah-rumah bergaya Indi-perpaduan Eropa yang beradaptasi dengan iklim tropis nusantara.
Sebagian besar Komplek Pertamina adalah daerah pertama di Balikpapan yang mendapat sentuhan dan pengaruh barat. Daerah ini adalah pemukiman pegawai BPM bangsa Eropa. Jejaknya hingga kini terlihat di mana daerah di kawasan itu relatif masih tampak lebih baik penataannya dibanding sudut lain di Kota Balikpapan.
Komplek Kilang Minyak disesuaikan dengan letak Sumur Mathilda. Kilang Minyak berada di utara Sumur Mathilda. Dibangun memanjang ke utara, di sepanjang Pelabuhan Semayang sampai Pandan Sari, tepat disebelah timur Teluk Balikpapan.
Disebelah timur Kilang Minyak terdapat sebuah jalan yang disebut Jl Yos Sudarso dan kita kenal dengan Jl Minyak. Disebelah timur Jalan Minyak itu, terdapat perkantoran dan pemukiman penduduk yang dulunya ditempati para pegawai BPM.
MINYAK DAYA TARIK UTAMA
Keberadaan instalasi minyak di Balikpapan memberikan pekerjaan kepada orang-orang pribumi, kendati hanya sebagai buruh saja. Semakin besar instalasi, semakin banyak buruh yang dibutuhkan. Dipastikan banyak orang pribumi yang menjadi buruh atau pegawai di BPM Balikpapan.
Pegawai-pegawai BPM, baik di Balikpapan atau Tarakan, dari mandor sampai pegawai tinggi, kehidupannya terjamin — sampai anak-anak mereka. Para pegawai BPM diberikan berbagai fasilitas hidup terbaik, untuk taraf Kalimantan.
Pegawai BPM umumnya mendapatkan perumahan nyaman, dan sampai sekarang masih tersisa dalam komplek Perumahan Pertamina Balikpapan. Kebutuhan hidup pegawai dan pensiunan dihari tua seorang pegawai BPM juga terpenuhi.Beberapa tempat yang menjadi komplek pengolahan minyak BPM beserta lahanlahan penduduknya itu, kini, telah menjadi lahan milik Pertamina.
Kondisi sebagian buruh minyak memburuk ketika depresi ekonomi melanda dunia. Banyak perusahaan bangkrut. Beberapa perusahaan minyak besar bertahan, termasuk BPM. Namun, bahkan perusahaan sekelas BPM akhirnya harus mengurangi jumlah pekerja akibat dahsyatnya tekanan depresi ekonomi ketika itu. BPM Balikpapan mengurangi jumlah buruh dan berimbas pada angka pengangguran yang naik drastis di Balikpapan. Setiap minggu, tak kurang dari 20 buruh dikeluarkan untuk langkah efisiensi dan penghematan pasca depresi ekonomi.
Bahkan ketika masa Pendudukan Jepang, Balikpapan menjadi pusat pemerintahan militer Jepang di Kalimantan Timur. Tentu saja Jepang mengambil minyak-minyak dari Balikpapan untuk keperluan perang.